Pura Besakih - Diktha Okee
Headlines News :
Home » , » Pura Besakih

Pura Besakih

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • 6
  • 7
  • 8
  • 9




Pura Besakih
Pura Besakih adalah sebuah komplek pura yang terletak di Desa Besakih, Kecamatan Rendang Kabupaten Karangasem, Bali, Indonesia. Komplek Pura Besakih terdiri dari 1 Pura Pusat (Pura Penataran Agung Besakih) dan 18 Pura Pendamping (1 Pura Basukian dan 17 Pura Lainnya). Di Pura Basukian, di areal inilah pertama kalinya tempat diterimanya wahyu Tuhan oleh Hyang Rsi Markendya, cikal bakal Agama Hindu Dharma sekarang di Bali, sebagai pusatnya. Pura Besakih merupakan pusat kegiatan dari seluruh Pura yang ada di Bali. Di antara semua pura-pura yang termasuk dalam kompleks Pura Besakih, Pura Penataran Agung adalah pura yang terbesar, terbanyak bangunan-bangunan pelinggihnya, terbanyak jenis upakaranya dan merupakan pusat dan semua pura yang ada di komplek Pura Besakih. Di Pura Penataran Agung terdapat 3 arca atau candi utama simbol stana dari sifat Tuhan Tri Murti, yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa yang merupakan perlambang Dewa Pencipta, Dewa Pemelihara dan Dewa Pelebur/Reinkarnasi.
Keberadaan fisik bangunan Pura Besakih, tidak sekedar menjadi tempat bersemayamnya Tuhan, menurut kepercayaan Agama Hindu Dharma, yang terbesar di pulau Bali, namun di dalamnya memiliki keterkaitan latar belakang dengan makna Gunung Agung. Sebuah gunung tertinggi di pulau Bali yang dipercaya sebagai pusat Pemerintahan Alam Arwah, Alam Para Dewata, yang menjadi utusan Tuhan untuk wilayah pulau Bali dan sekitar. Sehingga tepatlah kalau di lereng Barat Daya Gunung Agung dibuat bangunan untuk kesucian umat manusia, Pura Besakih yang bermakna filosofis.
Makna filosofis yang terkadung di Pura Besakih dalam perkembangannya mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi:
  1. Sistem pengetahuan,
  2. Peralatan hidup dan teknologi,
  3. Organisasi sosial kemasyarakatan,
  4. Mata pencaharian hidup,
  5. Sistem bahasa,
  6. Religi dan upacara, dan
  7. Kesenian.
Ketujuh unsur kebudayaan itu diwujudkan dalam wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Hal ini sudah muncul baik pada masa pra-Hindu maupun masa Hindu yang sudah mengalami perkembangan melalui tahap mitis, tahap ontologi dan tahap fungsional. Pura Besakih sebagai objek penelitian berkaitan dengan kehidupan sosial budaya masyarakat yang berada di Kabupaten Karangasem Provinsi Bali. Berdasar sebuah penelitian, bangunan fisik Pura Besakih telah mengalami perkembangan dari kebudayaan pra-hindu dengan bukti peninggalan menhir, punden berundak-undak, arca, yang berkembang menjadi bangunan berupa meru, pelinggih, gedong, maupun padmasana sebagai hasil kebudayaan masa Hindu.
Latar belakang keberadaan bangunan fisik Pura Besakih di lereng Gunung Agung adalah sebagai tempat ibadah untuk menyembah Dewa yang dikonsepsikan gunung tersebut sebagai istana Dewa tertinggi. Pada tahapan fungsional manusia Bali menemukan jati dirinya sebagai manusia homo religius dan mempunyai budaya yang bersifat sosial religius, bahwa kebudayaan yang menyangkut aktivitas kegiatan selalu dihubungkan dengan ajaran Agama Hindu.
Dalam budaya masyarakat Hindu Bali, ternyata makna Pura Besakih diidentifikasi sebagai bagian dari perkembangan budaya sosial masyarakat Bali dari mulai pra-Hindu yang banyak dipengaruhi oleh perubahan unsur-unsur budaya yang berkembang, sehingga mempengaruhi perubahan wujud budaya ide, wujud budaya aktivitas, dan wujud budaya material. Perubahan tersebut berkaitan dengan aja
ran Tattwa yang menyangkut tentang konsep ketuhanan, ajaran Tata-susila yang mengatur bagaimana umat Hindu dalam bertingka laku, dan ajaran Upacara merupakan pengaturan dalam melakukan aktivitas ritual persembahan dari umat kepada TuhanNya, sehingga ketiga ajaran tersebut merupakan satu kesatuan dalam ajaran Agama Hindu Dharma di Bali.
Pura Agung Besakih masih menyandang konsep terdahulu, yaitu terdiri dari 18 pura pakideh (pendukung) yang merupakan satu kesatuan prosesi ritual dengan titik pusat di Pura Penataran Agung Besakih. Empat di antara 18 pura pakideh ini ditetapkan menyandang status sebagai pura Catur Lokapala yang menggambarkan 4 manifestasi Tuhan di empat penjuru angin. Keempat pura tersebut adalah Pura Batu Madeg menempati arah utara sebagai sthana Dewa Wisnu, Pura Kiduling Kreteg menempati arah selatan sebagai sthana Dewa Brahma, Pura Gelap menempati arah timur sebagai sthana Dewa Icwara dan Pura Ulun Kulkul menempati arah barat sebagai sthana Dewa Mahadewa.
Kawasan pura Agung Besakih berikut pura pakideh ini menempati areal cukup luas dalam radius sekitar 3 kilometer dengan Pura Pasimpangan di sisi hilir dan Pura Pangubengan di sisi hulu. Pada Purnama Kadasa setiap tahun, di Pura Agung Besakih diselenggarakan upacara Bhatara Turun Kabeh, sering pula disebut sebagai Ngusaba Kadasa. Upacara ini bersamaan dengan pelaksanaan upacara Ngusaba Kadasa di Pura Batur yang keduanya menempati simbol purusa dan pradana dalam konsep Rwa Bhineda. Seperti dijelaskan dalam Awig-Awig Desa Adat Besakih, upacara Bhatara Turun Kabeh adalah akhir rangkaian panjang dari sekitar 120 upacara besar dan kecil yang berlangsung secara berkala setiap enam bulan dan satu tahun di 18 Pura yang termasuk dalam fungsi pura pakideh di kawasan Pura Agung Besakih. Berbagai aci dan ngusaba di pura pakideh Besakih ditutup dengan Tawur Labuh Gentuh di Bancingah Agung pada Sasih Kasanga. Prosesi Labuh Gentuh ini terus berlanjut dengan persiapan upacara hingga tepat pada Purnama Kadasa dilaksanakan persembahan Bhatara Turun Kabeh. Berbeda dengan upacara Tawur Agung yang mengambil tempat di Bancingah Agung, puncak upacara Bhatara Turun Kabeh hanya dilaksanakan di Pura Penataran Agung Besakih.
Pura Batu Madeg sebagai salah satu dari Pura Catur Lokapala terletak di utara Pura Penataran Agung Besakih. Disebut Pura Batu Madeg karena di pura tersebut terdapat sebuah batu yang tegak. ”Batu madeg” atau ‘batu ngadeg’ (bahasa Bali) diartikan batu tegak atau batu berdiri. Pada zaman kebudayaan megalitikum, batu berdiri ini disebut pula menhir. Meru Tumpang Sebelas dengan Batu Madeg di dalamnya inilah pelinggih yang utama di Pura Batu Madeg tersebut. Di Pura Batu Madeg terdapat lima buah pelinggih Meru, berada di sisi timur areal jeroan pura, berjejer dari utara ke selatan. Di sisi utara ada dua Meru Tumpang Sembilan. Yang paling utara merupakan palinggih Ida Manik Angkeran sedangkan di sisi selatannya palinggih Ida Ratu Mas Buncing. Di selatan palinggih Ida Ratu Mas Buncing adalah Meru Tumpang Sebelas yang di dalamnya terdapat ‘batu madeg’. Meru inilah sebagai palinggih yang paling utama sebagai stana pemujaan Batara Sakti Batu Madeg sebagai manifestasi Batara Wisnu.
Di selatannya ada Palinggih Meru Tumpang Sebelas berfungsi sebagai palinggih Ida Batara Bagus Bebotoh. Di sisi paling selatan terdapat Meru Tumpang Sebelas sebagai palinggih Ida Ratu Manik Bungkah. Di depan Meru Tumpang Solas terdapat palinggih Pesamuan yaitu palinggih yang berbentuk segi empat dengan enam belas tiang berjejer dua baris. Palinggih Pesamuan ini berfungsi sebagai media untuk secara simbolis turun ke dunia menyatunya semua kekuatan Batara Wisnu sebagai pemelihara dan pelindung alam semesta ciptaan Tuhan. Di sebelah kanan palinggih Pesamuan terdapat palinggih Sedahan Ngerurah dengan sebuah Lingga sebagai pralingga pemujaan Dewa Siwa. Di sebelah Meru palinggih Ratu Bagus Bebotoh terdapat palinggih Pepelik stana Batara Gana.Di pintu atau pamedal jeroan pura terdapat palinggih yang disebut Balai Pegat bertiang delapan dengan dua balai yang terpisah.
Selain upacara rutin yang dilaksanakan setiap 6 bulan sekali, di Pura Batumadeg diselenggarakan pula upacara khusus, yaitu Usabha Siram yang untuk tahun 2009 ini dilaksanakan pada Purnama Kalima tanggal 2 November 2009 dan upacara Aci Penaung Bayu yang diselenggarakan pada Tilem Kalima tanggal 17 November 2009. Berdirinya Pura Besakih dengan pastinya belum dapat diapstikan, tetapi berdasarkan catatan-catat an yang terdapat dalam prasasti logam maupun lontar-lontar dapat disimpulakn bahwa Pura ini pada mulanya merupakan bangunan pelinggih kecil yang kemudian diperbesar dan diperluas secara bertahap dalam tempo yang cukup lama. Dari sumber-sumber catatan itu diketahui bahwa, pada permulaan abad ke sebelas yaitu tahun 1007 Pura Besakih sudah ada, dimana pada waktu itu masa pemerintahan Airlangga di jawa timur (1019-1042) dan empu kuturan menjadi senapati di bali, yang berkedudukan di Silayukti Padangbai kabupaten karangasem.
Empu Kuturan memperbesar dan memperluas Pura Besakih dengan membangun pelinggih-pelinggih, meru-meru meniru bangunan pelinggih di jawa seperti yang ada sekarang ini. Sumber lainnya menyebutkan bahwa Maha Rsi Markandeya pindah bersama rombongan sebanyak : 8000 orang dari gunung Rawung di Jawa Timur ke Bali untuk menetap dan membuka tanah-tanah pertanian serta mendirikan Pura Besakih untuk tempat memohon keselamatan dan kesejahtraan dengan menanam Panca Datu seperti yang telah diutarakan diatas. Kemudian masa berikutnya dari jaman pemerintahan Sri Wira Kesari Warmadewa sampai masa pemerintahan Dalem Waturenggong.
Pura Besakih tetap mendapatkan pemeliharaan yang baik dalam arti pelinggih-pelinggihnya diperbaiki, arealnya diperluas bahkan oleh Dhang Hyang Dwijendra (Pedanda Sakti Wawu Rauh) ditambah dengan pelinggih beruang tiga yang sekarang terdapat di Pura Penataran Agung Besakih pada sekitar abad ke 16 dimasa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali. Selanjutnya sampai saat ini Pura Besakih merupakan Pura terbesar di Bali, merupakan pusat tempat ibadah bagi umat Hindu di Indonesia dan berada dalam pengelolaan Parisadha Hindu Dharma Pusat. Juga dibantu oleh yayasan Prawartaka Pura Agung Besakih, dengan bantuan dari pemerintah daerah tingkat I Bali, Pemerintah daerah tingkat II se- Bali dan semua lapisan masyarakat umat Hindu Dharma.
Kelompok Pura Besakih terdiri atas 18 buah Pura yang terletak di wilayah desa Besakih dan satu buah terletak di wilayah desa Sebudhi kecamatan Selat, kabupaten Karangasem. Adapun letak Pura-Pura itu berturut-turut dari selatan ke utara adalah sebagai berikut :
  1. Pura Persimpangan.
Letaknya di desa Kedungdung, di tengah-tengah ladang kurang lebih 1,5 km. Disebelah selatan Pura Penataran Agung yang merupakan Pura kecil. Di Pura ini terdapay 4 buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat persimpangan sementara Bethara Besakih, ketika diadakan upacara melasti (mencari toya ning) ke Toya Sah, ke Tegal Suci atau ke Batu Klotok yang dilakukan tiap-tiap tahun.
2. Pura Dalem Puri
Teletak disebelah utara tikungan jalan terkahir, sebelum sampai di desa Besakih kurang lebih 1 km disebelah barat daya Pura Penataran Agung Besakih. Di Pura ini terdapat 10 bangunan termasuk pelinggih berbentuk gedong beratap ijuk. Fungsinya sebagai linggih bhatari Uma dan Dewi Durga, di Pura ini juga terdapat pelinggih Sang Hyang Prajapati sebagai penguasa roh Manusia. Disebelah utara terdapat tanah lapang yang disebut tegal Penagsar.
3. Pura Manik Mas
Terletak dipinggiran sebelah kiri jalan menuju ke Pura Penatharan Agung, jaraknya lebih kurang 750 meter disebelah selatan Penataran Agung. DiPura ini terdapat 6 buah banguna dan pelinggih, termasuk pelinggih pokoknya berbentuk gedung simpan, bertiang emapt menghadap ke barat. Fungsinya sebagai linggih Ida Ratu Mas Melilit.
4. Pura Bangun Sakti
Terletak disebelah kanan jalan menuju ke Penataran Agung dan disebelah utara Pura Manik Mas. Di Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokok disana ialah gedong Simpan, sebagai linggih Sang Hyang Ananthaboga.
5. Pura Ulun Kulkul
Terletak lebih kurang 350 meter sebelah kiri jalan menuju Pura Penataran Agung. Di Pura ini terdapat tujuh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih yang terpenting disana adalah Gedong Sari beratap ijuk, sebagai linggih Dewa Mahadewa. Pura itu adalah salah satu linggih Dewa Catur Loka Phala, yaitu manifestasinya Sang Hyang Widhi yang menguasai arah barat. Warna perhiasan atau busana di Pura itu, pada waktu upacara, dipergunakan kain serba kuning
6. Pura Merajan Selonding
terletak diseblah kiri Pura Penataran Agung, disana terdapat lima buah bangunan dan pelinggih. Di Pura itu tersimpan prasasti dan pratima-pratima, dan juga tersimpan gambelan slonding. Menurut catatan sejarah Pura itu adalah bekas bagian dari istana raja yang bernama Sri Wira Dalem Kesari. Kini Pura ini fungsinya sebagai tempat penyimpanan benda-benda Pusaka.
7. Pura Gowa
Terletak disebelah kanan jalan berhadapan dengan Pura Merajan Slonding, dikomplek itu terdapat Gowa yang besar, tetapi bagian-bagiannya sudah banyak yang runtuh. Menurut kepercayaan rakyat, Gowa itu tembus ke Gowa Lawah, disebelah timur kusamba, sebagai gowa untuk Sang Hyang Basuki. Di Pura itu terdapat empat buah pelinggih.


8. Pura Banuwa
Terletak disebelah kanan jalan dihadapan Pura Besakih, kurang lebih 50 meter dari Pura Penataran Agung. Dalam Pura itu terdapat empat buah bangunan dan pelinggih pemujaan pokok di Pura itu ditujukan kepada Dewi Sri dan setiap sasih kepitu (sekitar bulan januari). Disana diadakan upacara Ngusaba Ngeed dan Ngusaba Buluh yang bertujuan mohon kemakmuran di sawah dan di ladang.
9. Pura Mrajan Kanginan
Terletak di sebelah Timur Pura Banuwa, di Pura itu terdapat tujuh bauh bangunan dan pelinggih . Disana ada pelinggih untuk Empu Bradah.
10. Pura Hyang Aluh
Terletak disebelah barat Pura Penataran Agung yang jaraknya kurang lebih dua ratus meter. Didalam terdapat tujuh buah banguanan dan pelinggih. Pelinggih pokok pada Pura ini berbentuk Gedong untuk linggih Ida Ratu Ayu.
11. Pura Basukihan
Letaknya disebelah kanan tangga naik menuju Pura Penataran Agung, disana terdapat sepuluh buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya berbenuk meru dengan atapnya bertingkat sembilan, sebagai linggih Sang Hyang Naga Basuki.
12. Pura Penataran Agung Besakih
Terletak ditengah-tengah kelompok Pura yang termasuk lingkungan Pura Besakih. Komplek Pura Penataran Besakih termasuk Komplek Pura yang terbesar di Pura Besakih. Terdiri dari tujuh tingkat halaman dengan jumlah bangunan dan pelinggih seluruhnya sebanyak 53 buah. Disana terdapat meru yang besar-besar beratap tujuh tingkat 11,9,7,5,3. Pelinggih yang merupakan pemujaan pokok disana, adalah Padma Tiga sebagai linggih Sang Hyang Widhi Wasa dalam manefestasinya sebagai Tri Purusa yaitu Ciwa, Sadha Ciwa dan Parama Ciwa yang sekaligus merupakan Poros dari Pura-Pura yang lainnya.
13. Pura Batu Madeg
Terletak kurang lebih 150 meter disebelah kanan (utara) Pura Penataran Agung. Pura ini adalah komplek Pura yang besar, dan disana ada 29 buah bangunan dan pelinggih, pelinggih pokoknya berbentuk meru besar beratap ijuk beratap sebelas. Bangunan ini merupakan linggih Dewa Wisnu sebagai manefestasi Sang Hyang Widhi, yang menguasai arah sebelah utara . Warna busana di Pura tersebut adalah serba hitam.
14. Pura Kiduling Kreteg
Terletak kurang lebih 300 meter disebelah kiri (selatan) Pura Penataran Agung, daitas suatu Bukit. Didalamnya terdapat 21 buah bangunan dan Pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru besar beratap tingkat sebelas sebagai linggih dewa Brahma yaitu manefestasi dari Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah selatan. Komplek Pura itu adalah merupakan komplek Pura yang besar hampir sama besarnya dengan komplek Pura Batu Madeg. Warna busana di Pura tersebut warna Merah.
15. Pura Gelap
Terletak kuranglebih 600 meter pada sebuah bukit sebelah timur Pura Penataran Agung. Didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih pokoknya adalah meru beratap 3 sebagai linggih Dewa Isawara yaitu manefestasi Sang Hyang Widhi sebagai penguasa arah sebelah timur. Warna busana Pura tersebut adalah warna serba putih.
16. Pura Peninjauan
Terletak kurang lebih 1 km disebelah kanan Pura Penataran Agung pada suatu bukit didalamnya terdapat duabelas buah bangunan dan pelinggih. Pelinggih palin pokok disana berbentuk meru beratap tingkat sebelas tempat Empu Kuturan memohon restu kepada Sang Hyang Widhi dalam rqangka suatu upacara di Gunung Agung.
17. Pura Pengubengan
Letaknya 1,5 km disebelah utara Pura Penataran Agung, didalamnya terdapat enam buah bangunan dan pelinggih. Fungsinya sebagai tempat “Ngayat atau ngubeng” yaitu suatu upacara permakluman kepada Sang Hyang widhi bahwa di Pura Penataran Agung akan dilangsungkan Upacara. Pelinggih pokoknya disana adalah meru beratap tingkat sebelas.
18. Pura Tirtha
Letaknya lebih kurang 300 meter disebelah timur laut Pura Pengubengan. Disana terdapat dua buah bangunan dan pelinggih dan air suci (tirtha). Jika ada upacara di komplek Pura besakih, maka di Pura inilah memohon tirtha(air suci).
19. Pura Pasar Agung
Letaknya di lereng Gunung Agung, melalui desa selat ke desa Sebudi , lalu mendaki kurang lebih empat jam mendaki ke arah utara. Pelinggihnya semua hancur waktu Gunung Agung meletus pada tahun 1963, dan menjelang karya Eka Dasa Rudra di besakih telah mulai diperbaiki secara bertahap sampai sekarang. Selain dari Pura yang disebutkan tadi disekitar Pura Besakih, masih banyak lagi Pura-Pura Pedharman, yang menjadi penyiwaan warga-warga tetapi sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dengan Pura Agung Besakih itu sendiri.
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Misteri

Label 8

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Diktha Okee - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger